BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Komunikasi Terapeutik
Komunikasi adalah
proses penyampaian pesan atau berita dari seseorang ke orang lain sehingga
diantara kedua belah pihak terjadi adanya saling pengertian. Terapi adalah
suatu upaya penyembuhan. Komunikasi terapeutik berarti suatu proses penyampaian
nasehat kepada klien untuk mendukung upaya penyembuhan.
Komunikasi terapeutik
biasaya dilakukan dengan lisan (dialog antara perawat dengan klien) atau dengan
gerak (gerak tangan, ekspresi wajah, dan sebagainya). Melalui komunikasi ini,
perawat dapat menyampaikan ide dan pikirannya kepada klien, dan kemudian ia
dapat mengetahui pikiran dan perasaan klien terhadap penyakit yang diderita dan
juga sikap perilaku klien terhadap dirinya sendiri.
Dengan demikian segala
tindakan perawat disepakati oleh klien, dan klien itu sendiri akan membentu
gejala upaya penyembuhan yang dilakukan terhadapnya. Bila dilakukan tindakan terhadap klien tanpa diberi penjelasan
terlebih dahulu, atau pendapat klien tidak diminta atau sebaliknya klien
menyembunyikan perasaannya, maka upaya penyembuhan akan kurang berhasil
(Dalami, 2009 : 89-90).
Komunikasi terapeutik
adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu pasien beradaptasi
terhadap stress, mengatasi gangguan psikologis dan belajar bagaimana hubungan
dengan orang lain.
Terapeutik merupakan
kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan (As Hornby dalam Andhi
Lestari, 2010 : 146). Maka dapat diartikan bahwa terapeutik adalah segala
sesuatu yang memfasilitasi proses penyembuhan. Sehingga komunikasi terapeutik
adalah komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu
penyembuhan/pemulihan pasien (Andhi Lestari, 2010 : 146).
Stuart dan Sundeen
(1998) menguraikan pengertian komunikasi terapeutik yaitu suatu proses yang
melibatkan usaha-usaha untuk membina hubungan terapeutik antara perawat-klien
dan saling membagi pikiran, perasaan dan perilaku untuk membentuk keintiman
yang terapeutik dan berorientasi pada masa sekarang (Manurung, 2011 : 63)
Sedangkan menurut
Ruesch (1973) komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang dilakukan oleh
seorang terapis sehingga pasien dihadapkan pada situasi yang bermanfaat.
Komunikasi terapeutik memandang gangguan jiwa bersumber pada gangguan
komunikasi, pada ketidakmampuan pasien untuk mengungkapkan dirinya. Pendeknya,
meluruskan jiwa orang diperoleh dengan meluruskan caranya berkomunikasi (Ruesch
dalam Rakhmat, 2012:5)
B.
Tujuan
Komunikasi Terapeutik
Tujuan komunikasi
terapeutik menurut Purwanto (2009) sebagai berikut, yaitu :
1. Menciptakan
hubungan yang baik antara perawat, membantu pasien untuk menjelaskan dan
mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk
mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.
2. Mengurangi
keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan
kekuatan egonya (Andhi Lestari, 2010 : 146)
Tujuan hubungan
komunikasi terapeutik menurut Stuart dan Sunden (1998) diarahkan diarahkan pada
pertumbuhan klien meliputi :
1. Realisasi
diri, penerimaan diri dan rasa hormat terhadap diri sendiri.
2. Identitas
diri yang jelas dan rasa integritas yang tinggi.
3. Kemampuan
untuk membina hubungan interpersonal yang intim saling tergantung dan mencintai
.
4. Peningkatan
fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal
yang realistis. (Manurung, 2011 : 63 - 64)
Sedangkan, tujuan dari komunikasi terapeutik adalah
untuk mengembangkan pribadi klien kearah lebih positif atau adaptif dan
diarahkan pada pertumbuhan pasien yang meliputi :
1. Penerimaan
diri pasien terhadap penyakit, sehingga pasien bisa menghargai dan menerima
dirinya dengan penyakit yang ada dalam tubuhnya.
2. Kemampuan
membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung
dengan orang lain.
3. Adanya
tujuan yang realistik pada diri pasien untuk kehidupan kedepannya, serta
meningkatkan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan dirinya.
C.
Prinsip
Dasar Dalam Komunikasi Terapeutik
Dalam melaksanakan komunikasi terapeutik terdapat
beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam mambangun dan mempertahankan
hubunagn yang terapeutik tersebut, yaitu :
1. Hubungan
perawat dengan pasien adalah hubungan yang saling menguntungkan, sehingga
kualitas hubungan ditentukan oleh bagaimana perawat mendefinisikan dirinya
sebagai manusia.
2. Perawat
harus menghargai keunikan pasien. Tiap individu mempunyai karakter yang
berbeda-beda. Karena itu, perawat perlu memahami perasaan dan perilaku pasien
dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan keunikan setiap
individu.
3. Komunikasi
yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan.
Dalam hal ini, perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri pasien.
4. Komunikasi
yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan
dalam memberikan alteratif pemecahan masalah (Suryani dalam Rinawati 2008 : 19)
D.
Tahap-Tahap
Hubungan Komunikasi Terapeutik
Proses
hubungan perawat-klien dibagi dalam empat tahap, yaitu :
1. Fase
pra interaksi
Fase pra interaksi
merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan berkomunikasi dengan klien.
Pada fase ini, perawat menggali dan mengenal perasaan, khayalan dan
ketakutannya sendiri, menganalisa kekuatan dan keterbatasan professional agar
lebih efektif dalam memberikan asuhan keperawatan. Jika merasakan
ketidakpastian maka anda perlu membaca kembali, diskusi dengan teman sekelompok
atau berdiskusi dengan tutor. Jika anda telah siap, maka anda perlu membuat
rencana interaksi dengan klien.
2. Fase
Perkenalan/Orientasi
Fase
Perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang ada
lakukan saat pertama kali bertemu denga klien. Hal-hal yang perlu dilakukan
adalah :
a) Memberi
salam
Assalamu’alaikum/selamat
pagi/siang/sore/malam atau sesuai dengan latar belakang social budaya yang
disertai dengan mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.
b) Memperkenalkan
diri
“Nama
saya Fatma, saya senang dipanggil fatma”
c) Menanyakan
nama klien
“Nama
Ibu/Bapak/Saudara siapa, apa panggilan kesayangannya?”
d) Menyepakati
pertemuan (kontrak)
Bunyi
kesepakatan tentang pertemuan terkait dengan kesediaan klien untuk
bercakap-cakap (tempat dan lama percakapan). Contoh komunikasi:
· “Bagaimana
kalau kita bercakap-cakap.”
· “Ayo
kita duduk disana, Rahma”
· Jika
di klinik/rumah sakit langsung katakan “Silahkan duduk!”
· Jika
dikamar klien, saudara langsung duduk disamping klien.
e) Menghadapi
Kontrak
Pada
pertemuan awal, anda perlu melengkapi penjelasan identitas anda sehingga saat
berinteraksi, klien percaya dengan anda. Contoh komunikasi :
· “saya
dokter yang jaga pada siang hari ini dari jam 07.00 sampai jam 14.00 di…”
· “saya
yang akan membantu Ibu Yanta melahirkan”
f) Memulai
percakapan awal
Pada
awalnya focus percakapan adalah pengkajian keluhan utama atau alasan masuk
rumah sakit. Kemudian dilanjutkan dengan hal-hal yang terkait dengan keluhan
utama.
g) Menyepakati
masalah klien
Setelah
pengkajian, jika mungkin pada akhir wawancara sepakati masalah atau kebutuhan
klien. Contoh komunikasi:
“Dari
percakapan kita tadi tampaknya Ibu Yanti…. (sesuai dengan kesimpulan
masalah/kebutuhan klien). Gunakan bahasa yang dimengerti oleh klien.
h) Mengakhiri
perkenalan.
Fase
Orientasi
Fase
orientasi dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan seterusnya. Tujuan fase orientasi adalah memvalidasi
kekurangan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini dan
mengevaluasi hasil tindakan yang lalu. Umumnya dikaitkan dengan hal yang telah
dilakukan bersama klien.
3. Fase
Kerja
Fase kerja merupakan inti hubungan
perawatan klien yang terkait erat dengan pelaksanaan rencana tindakan
keperawatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
4.
Fase Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari setiap
pertemuan perawat dengan klien.
E.
Sikap Dalam Komunikasi Terapeutik
Egan dalam Keliat
(1992), mengidentifikasi lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara
fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik yaitu :
1.
Berhadapan.
Artinya dari posisi ini adalah “saya siap untuk anda”.
2.
Mempertahankan
kontak mata.
Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien
dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
3.
Membungkuk
kearah klien.
Posisi ini menujukkan keiginan untuk mengarah atau
mendengarkan sesuatu.
4.
Memperhatikan
sikap terbuka.
Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
5.
Tetap
realks.
Tetap realks dapat mengontrol keseimbangan antara
ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon pada klien.
F.
Bahasa
Verbal dan Non Verbal dalam Komunikasi Terapeutik
1. Bahasa
Verbal
Bahasa verbal yang dilakukan oleh perawat-pasien
adalah pasien akan diberikan penjelasan secara komprehensif mengenai semua
konsekuensi dari penyakit yang diderita pasien. Pasien yang divonis penyakit
berat oleh dokter, seringkali tidak bisa menerima bahwa dirinya nanti tidak
berdaya secara fisik ataupun secara mental. Karena yang asalnya aktif dengan
segala kegiatannya dan juga mandiri menjadi orang yang akan dibatasi gerakannya
oleh jadwal dan penyakitnya serta akan bergantung kepada bantuan orang lain.
Dalam komunikasi disebutkan bahwa ada tiga hal
penting yang harus ditunjukkan oleh pelaku kesehatan, mulai dari dokter,
perawat dan berbagai profesi kesehatan lainnya ketika berkomunikasi dengan
pasien, yaitu perhatian (attention), empati
(emphaty)dan kepedulian (care). Pelaku kesehatan haruslah
menghindari memiliki sifat arogan, merasa dirinya lebih penting. Sebaliknya,
petugas kesehatan perlu menata komunikasi. Hal ini penting untuk memecahkan
ketidakseimbangan informasi yang terjadi. Komunikasi melalui keramahtamahan merupakan
hal yang sangat utama dalam pelayanan kesehatan.
Penerapan komunikasi terapeutik dalam pelayanan
perawatan mempunyai peran yang besar terhadap peningkatan pengetahuan pasien
terhadap penyakit. Interaksi perawat dengan pasien memfasilitasi proses transfer
pengetahuan maupun informasi tambahan yang belum dimengerti oleh pasien.
Diskusi yang dilakukan berorientasi pada pemahaman pasien terhadap proses
penyakitnya. Dengan adanya pemahaman pasien, diharapkan pasien akan
kolaboraktif dan patuh daam menjalankan program pengobatan.
2. Bahasa
Non verbal
Proses komunikasi terapeutik yang dilakukan dalam
rangka perawatan pasien tidak hanya melibatkan bahasa verbal saja, akan tetapi
juga melibatkan bahasa non verbal seperti gerakan tubuh, sentuhan, pakaian, cara
komunikasi dan konsep waktu.
·
Bahasa Tubuh
Bahasa tubuh dari para perawat dapat menjadi simbol
dalam proses komunikasi terapeutik seperti wajah (termasuk senyuman dan
pandangan mata), tangan, kepala, kaki, dan bahkan tubuh secara
keseluruhan. Hal ini dikarenakan perawat
harus hadir secara utuh (fisik dan psikologis) sewaktu berkomunikasi dengan
klien. Perawat tidak cukup hanya mengetahui teknik komunikasi dan isi
komunikasi, tetapi yang sangat penting adalah penampilan dalam berkomunikasi.
Kehadiran fisik berarti kebersamaan perawat dalam
berkomuniakasi dengan klien, yaitu mendengar, mengamati, serta memberikan
perhatian terhadap apa yang dikatakan dan bagaimana perilaku klien. Kehadiran
fisik, yaitu perhatian yang diberikan melalui penampilan tubuh, hal ini penting
dalam komunikasi interpersonal karena tubuh dapat memperkuat pesan yang
disampaikan dalam bentuk kata-kata.
·
Sentuhan
Sentuhan dari seseorang akan memberikan makna yang
berbeda, tergantung pada konteks komunikasi yang dilakukan, juga tergantung
budaya yang menjadi latar belakangnya. Nilai komunikasi melalui sentuhan,
dianggap sangat penting dalam komunikasi antar manusia, seperti halnya antar
dokter, perawat dan pasien. Sentuhan yang dilakukan oleh perawat dengan pasien,
mempunyai arti empati dan juga menunjukkan kepedulian.
·
Parabahasa
Parabahasa atau vokalic adalah aspek dari suara,
selain ucapan, yang meliputi kecepatan bicara, nada suara (tinggi/rendah),
intesitas (volume) suara, intonasi, kualitas vocal (kejelasan), warna suara.
Parabahasa akan menimbulkan simbol tentang perasaan yang memengaruhi komunikasi
diantara perawat dengan pasien. Nada suara pembicara mempunyai dampak yang
besar terhadap arti pesan yang dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara
langsung memengaruhi nada suaranya. Perawat harus menyadari dan mengontrol
emosinya ketika sedang interaksi dengan klien, karena maksud untuk menyampaikan perhatian yang tulus terhadap
klien dapat terhalangi oleh nada suara perawat yang kurang simpatik.
·
Penampilan fisik (busana)
Penampilan memegang peranan penting dalam pergaulan
dan hubungan perawat dan pasien, baik secara positif maupun negative. Kesan
pertama pada seseorang akan tercipta dari penampilan fisik atau busananya.
Penampilan yang baik, atau sebaliknya, bermula dari cara bagaimana orang
berpakaian karena ternyata dari pakaian ini mempunyai faktor yang berdampak
besar bagi orang yang bertemu dengan kita untuk pertama kali.
Perawat yang memperhatikan penampilan dirinya dapat
menimbulkan citra diri yang positif dan sikap professional yang positif.
Penampilan fisik perawat memengaruhi presepsi klien terhadap layanan / asuhan
keperawatan yang diterima, karena klien mempunyai pandangan atau citra
bagaimana seharusnya perawat berpenampilan.
·
Proksemik
Proksemik adalah bahasa nonverbal yang menyangkut
orientasi dan jarak pribadi. Jarak dalam berkomunikasi sangat penting
diperhatikan oleh perawat, karena akan memengaruhi kelancaran komunikasi. Jarak
yang terlalu jauh, menyebabkan perawat sulit untuk berespon secara tepat,
karena perawat tidak bisa melakukan active
listening.
·
Konsep waktu
Waktu menentukan hubungan antar manusia. Pola hidup
manusia dalam waktu dipengaruhi oleh budayanya. Waktu berhubungan erat dengan
perasaan hati dan perasaan-perasaan manusia.
G.
Hambatan
Komunikasi Terapeutik
Hambatan komunikasi terapeutik dalam hubungan
perawat-pasien meliputi:
1. Resisten,
merupakan upaya pasien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang
dialaminya. Resisten utama sering merupakan akibat dari ketidaksediaan pasien
untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah
telah dirasakan.
2. Transferens, respon tidak sadar dimana mengalami perasaan
dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam
kehidupannya yang lalu.
3. Kontertransferens, hambatan teraupetik yang dibuat oleh
perawat dimana respon emosional perawat terhadap pasien tidak tepat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar