Kamis, 05 Desember 2013

Komunikasi Terapeutik



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Komunikasi Terapeutik
Komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau berita dari seseorang ke orang lain sehingga diantara kedua belah pihak terjadi adanya saling pengertian. Terapi adalah suatu upaya penyembuhan. Komunikasi terapeutik berarti suatu proses penyampaian nasehat kepada klien untuk mendukung upaya penyembuhan.
Komunikasi terapeutik biasaya dilakukan dengan lisan (dialog antara perawat dengan klien) atau dengan gerak (gerak tangan, ekspresi wajah, dan sebagainya). Melalui komunikasi ini, perawat dapat menyampaikan ide dan pikirannya kepada klien, dan kemudian ia dapat mengetahui pikiran dan perasaan klien terhadap penyakit yang diderita dan juga sikap perilaku klien terhadap dirinya sendiri.
Dengan demikian segala tindakan perawat disepakati oleh klien, dan klien itu sendiri akan membentu gejala upaya penyembuhan yang dilakukan terhadapnya. Bila dilakukan tindakan terhadap klien tanpa diberi penjelasan terlebih dahulu, atau pendapat klien tidak diminta atau sebaliknya klien menyembunyikan perasaannya, maka upaya penyembuhan akan kurang berhasil (Dalami, 2009 : 89-90).
Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu pasien beradaptasi terhadap stress, mengatasi gangguan psikologis dan belajar bagaimana hubungan dengan orang lain.
Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan (As Hornby dalam Andhi Lestari, 2010 : 146). Maka dapat diartikan bahwa terapeutik adalah segala sesuatu yang memfasilitasi proses penyembuhan. Sehingga komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu penyembuhan/pemulihan pasien (Andhi Lestari, 2010 : 146).
Stuart dan Sundeen (1998) menguraikan pengertian komunikasi terapeutik yaitu suatu proses yang melibatkan usaha-usaha untuk membina hubungan terapeutik antara perawat-klien dan saling membagi pikiran, perasaan dan perilaku untuk membentuk keintiman yang terapeutik dan berorientasi pada masa sekarang (Manurung, 2011 : 63)
Sedangkan menurut Ruesch (1973) komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang dilakukan oleh seorang terapis sehingga pasien dihadapkan pada situasi yang bermanfaat. Komunikasi terapeutik memandang gangguan jiwa bersumber pada gangguan komunikasi, pada ketidakmampuan pasien untuk mengungkapkan dirinya. Pendeknya, meluruskan jiwa orang diperoleh dengan meluruskan caranya berkomunikasi (Ruesch dalam Rakhmat, 2012:5)

B.       Tujuan Komunikasi Terapeutik
Tujuan komunikasi terapeutik menurut Purwanto (2009) sebagai berikut, yaitu :
1.    Menciptakan hubungan yang baik antara perawat, membantu pasien untuk menjelaskan dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.
2.    Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya (Andhi Lestari, 2010 : 146)

Tujuan hubungan komunikasi terapeutik menurut Stuart dan Sunden (1998) diarahkan diarahkan pada pertumbuhan klien meliputi :
1.    Realisasi diri, penerimaan diri dan rasa hormat terhadap diri sendiri.
2.    Identitas diri yang jelas dan rasa integritas yang tinggi.
3.    Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim saling tergantung dan mencintai .
4.    Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal yang realistis. (Manurung, 2011 : 63 - 64)

Sedangkan, tujuan dari komunikasi terapeutik adalah untuk mengembangkan pribadi klien kearah lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan pasien yang meliputi :
1.    Penerimaan diri pasien terhadap penyakit, sehingga pasien bisa menghargai dan menerima dirinya dengan penyakit yang ada dalam tubuhnya.
2.    Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung dengan orang lain.
3.    Adanya tujuan yang realistik pada diri pasien untuk kehidupan kedepannya, serta meningkatkan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan dirinya.

C.      Prinsip Dasar Dalam Komunikasi Terapeutik
Dalam melaksanakan komunikasi terapeutik terdapat beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam mambangun dan mempertahankan hubunagn yang terapeutik tersebut, yaitu :
1.    Hubungan perawat dengan pasien adalah hubungan yang saling menguntungkan, sehingga kualitas hubungan ditentukan oleh bagaimana perawat mendefinisikan dirinya sebagai manusia.
2.    Perawat harus menghargai keunikan pasien. Tiap individu mempunyai karakter yang berbeda-beda. Karena itu, perawat perlu memahami perasaan dan perilaku pasien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan keunikan setiap individu.
3.    Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan. Dalam hal ini, perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri pasien.
4.    Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dalam memberikan alteratif pemecahan masalah (Suryani dalam Rinawati 2008 : 19)

D.      Tahap-Tahap Hubungan Komunikasi Terapeutik
Proses hubungan perawat-klien dibagi dalam empat tahap, yaitu :
1.      Fase pra interaksi
Fase pra interaksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan berkomunikasi dengan klien. Pada fase ini, perawat menggali dan mengenal perasaan, khayalan dan ketakutannya sendiri, menganalisa kekuatan dan keterbatasan professional agar lebih efektif dalam memberikan asuhan keperawatan. Jika merasakan ketidakpastian maka anda perlu membaca kembali, diskusi dengan teman sekelompok atau berdiskusi dengan tutor. Jika anda telah siap, maka anda perlu membuat rencana interaksi dengan klien.

2.      Fase Perkenalan/Orientasi
Fase Perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang ada lakukan saat pertama kali bertemu denga klien. Hal-hal yang perlu dilakukan adalah :
a)      Memberi salam
Assalamu’alaikum/selamat pagi/siang/sore/malam atau sesuai dengan latar belakang social budaya yang disertai dengan mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.
b)      Memperkenalkan diri
“Nama saya Fatma, saya senang dipanggil fatma”
c)      Menanyakan nama klien
“Nama Ibu/Bapak/Saudara siapa, apa panggilan kesayangannya?”
d)     Menyepakati pertemuan (kontrak)
Bunyi kesepakatan tentang pertemuan terkait dengan kesediaan klien untuk bercakap-cakap (tempat dan lama percakapan). Contoh komunikasi:
·      “Bagaimana kalau kita bercakap-cakap.”
·      “Ayo kita duduk disana, Rahma”
·      Jika di klinik/rumah sakit langsung katakan “Silahkan duduk!”
·      Jika dikamar klien, saudara langsung duduk disamping klien.
e)      Menghadapi Kontrak
Pada pertemuan awal, anda perlu melengkapi penjelasan identitas anda sehingga saat berinteraksi, klien percaya dengan anda. Contoh komunikasi :
·      “saya dokter yang jaga pada siang hari ini dari jam 07.00 sampai jam 14.00 di…”
·      “saya yang akan membantu Ibu Yanta melahirkan”
f)       Memulai percakapan awal
Pada awalnya focus percakapan adalah pengkajian keluhan utama atau alasan masuk rumah sakit. Kemudian dilanjutkan dengan hal-hal yang terkait dengan keluhan utama.
g)      Menyepakati masalah klien
Setelah pengkajian, jika mungkin pada akhir wawancara sepakati masalah atau kebutuhan klien. Contoh komunikasi:
“Dari percakapan kita tadi tampaknya Ibu Yanti…. (sesuai dengan kesimpulan masalah/kebutuhan klien). Gunakan bahasa yang dimengerti oleh klien.
h)      Mengakhiri perkenalan.

Fase Orientasi
Fase orientasi dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan seterusnya. Tujuan fase orientasi adalah memvalidasi kekurangan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini dan mengevaluasi hasil tindakan yang lalu. Umumnya dikaitkan dengan hal yang telah dilakukan bersama klien.

3.      Fase Kerja
Fase kerja merupakan inti hubungan perawatan klien yang terkait erat dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
4.        Fase Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari setiap pertemuan perawat dengan klien.

E.       Sikap Dalam Komunikasi Terapeutik
Egan dalam Keliat (1992), mengidentifikasi lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik yaitu :
1.      Berhadapan.
Artinya dari posisi ini adalah “saya siap untuk anda”.
2.      Mempertahankan kontak mata.
Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
3.      Membungkuk kearah klien.
Posisi ini menujukkan keiginan untuk mengarah atau mendengarkan sesuatu.
4.      Memperhatikan sikap terbuka.
Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
5.      Tetap realks.
Tetap realks dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon pada klien.

F.       Bahasa Verbal dan Non Verbal dalam Komunikasi Terapeutik
1.    Bahasa Verbal
Bahasa verbal yang dilakukan oleh perawat-pasien adalah pasien akan diberikan penjelasan secara komprehensif mengenai semua konsekuensi dari penyakit yang diderita pasien. Pasien yang divonis penyakit berat oleh dokter, seringkali tidak bisa menerima bahwa dirinya nanti tidak berdaya secara fisik ataupun secara mental. Karena yang asalnya aktif dengan segala kegiatannya dan juga mandiri menjadi orang yang akan dibatasi gerakannya oleh jadwal dan penyakitnya serta akan bergantung kepada bantuan orang lain.
Dalam komunikasi disebutkan bahwa ada tiga hal penting yang harus ditunjukkan oleh pelaku kesehatan, mulai dari dokter, perawat dan berbagai profesi kesehatan lainnya ketika berkomunikasi dengan pasien, yaitu perhatian (attention), empati (emphaty)dan kepedulian (care). Pelaku kesehatan haruslah menghindari memiliki sifat arogan, merasa dirinya lebih penting. Sebaliknya, petugas kesehatan perlu menata komunikasi. Hal ini penting untuk memecahkan ketidakseimbangan informasi yang terjadi. Komunikasi melalui keramahtamahan merupakan hal yang sangat utama dalam pelayanan kesehatan.
Penerapan komunikasi terapeutik dalam pelayanan perawatan mempunyai peran yang besar terhadap peningkatan pengetahuan pasien terhadap penyakit. Interaksi perawat dengan pasien memfasilitasi proses transfer pengetahuan maupun informasi tambahan yang belum dimengerti oleh pasien. Diskusi yang dilakukan berorientasi pada pemahaman pasien terhadap proses penyakitnya. Dengan adanya pemahaman pasien, diharapkan pasien akan kolaboraktif dan patuh daam menjalankan program pengobatan.

2.    Bahasa Non verbal
Proses komunikasi terapeutik yang dilakukan dalam rangka perawatan pasien tidak hanya melibatkan bahasa verbal saja, akan tetapi juga melibatkan bahasa non verbal seperti gerakan tubuh, sentuhan, pakaian, cara komunikasi dan konsep waktu.
·         Bahasa Tubuh
Bahasa tubuh dari para perawat dapat menjadi simbol dalam proses komunikasi terapeutik seperti wajah (termasuk senyuman dan pandangan mata), tangan, kepala, kaki, dan bahkan tubuh secara keseluruhan.  Hal ini dikarenakan perawat harus hadir secara utuh (fisik dan psikologis) sewaktu berkomunikasi dengan klien. Perawat tidak cukup hanya mengetahui teknik komunikasi dan isi komunikasi, tetapi yang sangat penting adalah penampilan dalam berkomunikasi.
Kehadiran fisik berarti kebersamaan perawat dalam berkomuniakasi dengan klien, yaitu mendengar, mengamati, serta memberikan perhatian terhadap apa yang dikatakan dan bagaimana perilaku klien. Kehadiran fisik, yaitu perhatian yang diberikan melalui penampilan tubuh, hal ini penting dalam komunikasi interpersonal karena tubuh dapat memperkuat pesan yang disampaikan dalam bentuk kata-kata.

·         Sentuhan
Sentuhan dari seseorang akan memberikan makna yang berbeda, tergantung pada konteks komunikasi yang dilakukan, juga tergantung budaya yang menjadi latar belakangnya. Nilai komunikasi melalui sentuhan, dianggap sangat penting dalam komunikasi antar manusia, seperti halnya antar dokter, perawat dan pasien. Sentuhan yang dilakukan oleh perawat dengan pasien, mempunyai arti empati dan juga menunjukkan kepedulian.

·         Parabahasa
Parabahasa atau vokalic adalah aspek dari suara, selain ucapan, yang meliputi kecepatan bicara, nada suara (tinggi/rendah), intesitas (volume) suara, intonasi, kualitas vocal (kejelasan), warna suara. Parabahasa akan menimbulkan simbol tentang perasaan yang memengaruhi komunikasi diantara perawat dengan pasien. Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung memengaruhi nada suaranya. Perawat harus menyadari dan mengontrol emosinya ketika sedang interaksi dengan klien, karena maksud untuk  menyampaikan perhatian yang tulus terhadap klien dapat terhalangi oleh nada suara perawat yang kurang simpatik.

·         Penampilan fisik (busana)
Penampilan memegang peranan penting dalam pergaulan dan hubungan perawat dan pasien, baik secara positif maupun negative. Kesan pertama pada seseorang akan tercipta dari penampilan fisik atau busananya. Penampilan yang baik, atau sebaliknya, bermula dari cara bagaimana orang berpakaian karena ternyata dari pakaian ini mempunyai faktor yang berdampak besar bagi orang yang bertemu dengan kita untuk pertama kali.
Perawat yang memperhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan citra diri yang positif dan sikap professional yang positif. Penampilan fisik perawat memengaruhi presepsi klien terhadap layanan / asuhan keperawatan yang diterima, karena klien mempunyai pandangan atau citra bagaimana seharusnya perawat berpenampilan.

·         Proksemik
Proksemik adalah bahasa nonverbal yang menyangkut orientasi dan jarak pribadi. Jarak dalam berkomunikasi sangat penting diperhatikan oleh perawat, karena akan memengaruhi kelancaran komunikasi. Jarak yang terlalu jauh, menyebabkan perawat sulit untuk berespon secara tepat, karena perawat tidak bisa melakukan active listening.

·         Konsep waktu
Waktu menentukan hubungan antar manusia. Pola hidup manusia dalam waktu dipengaruhi oleh budayanya. Waktu berhubungan erat dengan perasaan hati dan perasaan-perasaan manusia.

G.      Hambatan Komunikasi Terapeutik
Hambatan komunikasi terapeutik dalam hubungan perawat-pasien meliputi:
1.    Resisten, merupakan upaya pasien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang dialaminya. Resisten utama sering merupakan akibat dari ketidaksediaan pasien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan.
2.    Transferens, respon tidak sadar dimana mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya yang lalu.
3.    Kontertransferens, hambatan teraupetik yang dibuat oleh perawat dimana respon emosional perawat terhadap pasien tidak tepat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar