Kamis, 05 Desember 2013

Etika dan Filsafat Komunikasi



KONFLIK KEPENTINGAN DAN BUDAYA POPULER

A.    KONFLIK KEPENTINGAN
Bila seseorang menerima hibah, uang, honor, gaji dari seseorang/badan, yang tidak mempunyai niat baik dan akan dipakai sebagai alat memperlebar kekuasaan atau niat tidak hormat lainnya, seperti untuk memperoleh keuntungan lebih besar melalui tangan – tangan yang mempunyai kekuasaan birokrasi, maka ini disebut conflict of interest. Konflik kepentingan merupakan isu akuntabilitas.
     Karena komunikasi identik dengan kepentingan, atau karena setiap sistem dan proses komunikasi mengisyaratkan  kepentingan. Tidak sedikit pakar yang berkeyakinan terdapatnya “ideologi” sebagai landasan komunikasi. “Ideologi” komunikasi punya bermacam performance. Performance  “ideologi” komunikasi diuraikan terdahulu, mendorong pakar komunikasi memiliki sikap yang mendua dalam mengkaji proses komunikasi. Artinya, jika terjadi konflik kepentingan sebagai akibat berlangsungnya proses komunikasi tertentu, pakar komunikasi umumnya akan memandang fenomena itu sebagai hal yang biasa terjadi.

B.  PENGERTIAN KONFLIK
     Robbins (1996), dalam “Organization Behavior” menjalaskan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun negatif. Sedangkan menurut Luthans (1981), konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentangan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia. Istilah konflik sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah, yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan.
     Konflik bersumber pada keinginan, maka perbedaaan endapat tidak selalu berarti konflik. Persaingan sangat erat hubungannya dengan konflik karena dalam persaingan beberapa pihak menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya. Persaingan tidak sama dengan konflik namun mudah menjurus kearah konflik, terutama bila ada persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertantangan dengan aturan yang disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat konflik bisa saja tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya, orang yang saling bermusuhan bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik. 

C. JENIS-JENIS KONFLIK
            Menurut James A. F. Stoner, dikenal ada lima jenis konflik, yaitu konflik intrapersonal, interpersonal, antar-individu dan kelompok, antar kelompok dan antar organisasi.
            Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus. Dalam proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya sering kali menimbulkan konflik. Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal, yaitu :
a.         Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama menarik.
b.         Konflik pendekatan-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama menyulitkan.
c.         Konflik penghindaran-penghindaran, cntohnya orang yang dihadapkan pada satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.

            Konflik interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentangan kepentingan dan keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja, dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan memenuhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.
 Konflik antar-individu dan kelompok  seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konfirmitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka. Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja-manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok. Sedangkan, seperti dibidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan persaingan atau  konflik antara organisasi.

D. PENGERTIAN KONFLIK KEPENTINGAN
Menurut Wikipedia, konflik kepentingan adalah suatu keadaan sewaktu seseorang pada posisi yang memerlukan kepercayaan, seperti pengacara, politikus, eksekutif atau direktur suatu perusahaan. Konflik kepentingan menyebabkan benturan antara loyalitas profesional dan kepentingan lain yang akan mengurangi kredibilitas agen moral. Konflik kepentingan akan mendorong kita untuk berbuat tidak jujur dan tidak adil. Misalnya, seseorang menteri yang menangani kasus kenaikan harga kedelai tentu akan mengalami konflik kepentingan jika pada saat yang sama ia adalah pemilik dari perusahaan pengimpor sembako, begitu juga jurnalis yang melakukan investigasi korupsi akan menghadapi dilema kepentingan jika kemudian salah satu keluarganya ternyata terlibat korupsi tersebut.
Jeffrer Olen dalam bukunya Ethics in Journalism malah mengatakan bahwa adopsi media soal peraturan-peraturan untuk menghilangkan konflik kepentingan adalah bukan hanya untk memaksimalkan jangkauan audiens, tapi jurnalis memang secara mendasar memiliki kewajiban moral untuk dapat dipercaya.
Salah satu problem utama dalam menghilangkan konflik kepentingan adalah keterlibatan struktur pada level tinggi. Avin day mencontohkan pada media, konflik kepentingan justru muncul dari perusahaan besar yang notabene adalah pengiklan di media yang bersangkutan ketika perusahaan tersebut menjadi subjek media.

E.  SUMBER KONFLIK KEPENTINGAN
Jika kita ingin menghindari konflik atau paling tidak menguranginya, maka kita harus mengetahui sumber konflik kepentingan. Riset menunjukan bahwa konflik mempunyai beberapa penyebab, dan secara umum dapat dibagi kedalam tiga kategori : perbedaan komunikasi, struktural, dan kepribadian.
Perbedaan komunikasi adalah perselisihan yang timbul dari kesulitan semantik, kesalahpahaman bahasa, diskomunikasi, atau juga comuncation-overload. Orang-orang sering berasumsi bahwa kebanyakan konflik disebabkan oleh ketiadaan komunikasi, tetapi seorang penulis mencatat, ada kecenderungan bahwa komunikasi yang berlebihan sering justru akan mengakibatkan konflik.
Sumber yang kedua adalah karena adanya perbedaan struktural. Setiap organisasi perusahaan pasti memiliki struktur, baik secara horizontal maupun vertikal. Perbedaan struktural ini acap kali menciptakan masalah pengintegrasian dan ujung-ujungnya mengakibatkan terjadinya konflik kepentingan. Konflik ini muncul dari struktur organisasi itu sendiri. Sumber konflik yang ketiga adalah adanya perbedaan kepribadian. Faktor-faktor seperti perbedaan latar-belakang, pendidikan, dan pengalaman, membentuk masing-masing individu kedalam suatu kepribadian yang unik. Dalam kacamata komunikasi, sumber konflik kepentingan yang utama adalah:
Hubungan yang menimbulkan konflik (conflicting relationships), tentu sulit bagi seseorang untuk mengabdi pada dua tuan. Inilah yang terjadi bila memiliki dua hubungan yang sama-sama memerlukan loyalitas serupa. Independensi kita akan menjadi terbatas. Agen iklan atau praktisi PR misalnya, tugas utamanya adalah terhadap klien. Namun, jika terjadi konflik kepentingan, maka pelayanan kepada klien tersebut menjadi terbatas. Contohnya, ketika perusahaan PR menangani klien dari perusahaan perminyakan, namun pada saat yang sama ia juga memiliki klien dari organisasi pelestarian lingkungan. Tentu hal ini akan menimbulkan konflik kepentingan.
Pemberian dan hadiah (gifts and perks), praktisi komunikasi bertanggung jawab terhadap audiensnya, dan jika ia menerima hadiah, cendera mata dan pemberian lain yang mengandung kepentingan tersembunyi (vested interests), maka hal tersebut akan memunculkan keraguan terhadap obyektivitas praktisi komunikasi tersebut.
Checkbook Journalism, terjadi ketika media membayar narasumber, sehingga media yang bersangkutan akan memperoleh hak eksklusif untuk menampilkan narasumber tersebut. Checkbook jurnalism menjadi sorotan etis karena terjadi pertentangan konflik, sebagai akibat adanya kendali dari pihak tertentu (narasumber) dalam tampilan pesan.
Hubungan personal, bagaimanapun praktisi komunikasi juga manusia yang niscaya mengembangkan hubungan sosial, tak terkecuali dengan klien. Maka akan sulit  jika kemusian ia harus mengkomunikasikan pesan yang bersinggungan dengan seseorang yang memiliki hubungan personal. Maka, dalam konteks ini bisa dipahami bahwa sejumlah organisasi/perusahaan menerapkan larangan adanya kedekatan famili diantara karyawan.
Partisipasi publik, dilema konflik kepentingan juga muncul dari kenyataan bahwa praktisi komunikasi juga bagian dari publik secara umum. Dengan demikian, ada interaksi antara dirinya dengan masyarakat dimana ia berada.

F.   MEDIA DAN KONFLIK KEPENTINGAN
            Konflik kepentingan pada media terkait dua pihak, yakni penguasa dan pengusaha. Media yang berafiliasi atau dimiliki oleh pengusaha atau pejabat tertentu pasti memiliki konflik kepentingan, yakni apakah akan berpihak kepada publik ataukah berpihak pada penguasa/pengusaha yang notabene sebagai pemilik. Jika media massa dibiarkan menjadi aparatus kekuatan sosial-politik, maka seluruh materi pelayanannya akan senantiasa harus dikonfirmasikan terlebih dahulu dengan berbagai interest politik dari politik yang bersangkutan. Akibatnya, keunggulan media tersebut akan bersifat subordinated dengan pamrih politik. padahal, antara keduanya secara hakiki sangat berbeda.
            Pelayanan media massa bersifat sosial, bukan politik. Sebaliknya, pelayanan politik bersifat politik, bukan sosial. Bila pelayanan media bersifat politik, maka muatan politik didalamnya hanyalah berfungsi sebagai variabel  antara. Artinya, pembentukan atau perubahan kognisi, afeksi maupun konasi politik lewat media massa, tidak dengan sendirinya terealisasi, kecuali setelah melampaui berbagai proses sosial. Sebaliknya, jika media massa terperangkap oleh kepentingan politik praktis, kinerjanya akan lebih bersifat monoton. Ini disebabkan, karena terlalu dominannya misi politik, yang dipikulkan dipundak media.
            Disisi lain, media massa yang tidak menjadi aparatus politik, akan lebih mampu memenuhi dan menciptakan selera publiknya. Tak lain karena beban politik praktis yang dipikulnya, nyaris sangat kurang, kalau tidak boleh dibilang nihil.
Pengalaman menunjukkan, media yang terlampau dibebani berbagai misi politik, mengakibatkan kreativitas pelayanannya terkooptasi oleh berbagai kepentingan diluar kerangka profesionalismenya. Misi politik dalam kebijakan redaksi, ataupun yang terkait pada pola dan format siaran media massa cetak serta elektronik, akan mempersulit pengelolaan media yang bersangkutan dengan gaya santai, dalam arti tidak membutuhkan berbagai analisis persepsional serius, sebagaimana kecenderungan keinginan rata-rata publiknya.
Fenomena konglomerasi industri media merupakan krisis lain dari demokratisasi media yang bisa melemahkan fungsi kontrol media dalam upaya membangun masyarakat mandiri karena berkembang biaknya bisnis industri pers rawan menimbulkan konflik kepentingan. Karena media tidak lagi kritis, maka semakin sedikit kepentingan publik yang diangkat oleh media massa “mainstream”. Padahal, pers harus meningkatkan fungsi kontrol sosialnya, agar penyimpangan-penyimpangan yang merugikan rakyat tidak terjadi lagi
Ashadi Siregar mengatakan bahwa keberadaan media massa perlu dilihat dalam konteks epistemologis, dengan melihat jurnalisme sebagai suatu susunan pengetahuan dalam menghadapi realitas sosial. Dengan adanya jurnaisme, maka dikenal media jurnalisme yang dapat dibedakan dengan genre media massa lainnya. Media massa jurnalisme mengutamakan informasi faktual berkonteks kehidupa publk, berbeda dengan media massa hiburan yang mengutamakan informasi fiksional berkonteks kehidupan privat.
Ashadi mengatakan orientasi jurnalisme pada dasarnya bertolak dari dua sisi, pertama bersifat teknis berkaitan dengan stadar  kelayakan berita (newsworthy), dan kedu abersifat etis dengan standar normatif dalam menghadapi fakta-fakta. Hal pertama merupakan resultan dari dorongan kepentingan pragmatis khalayak dan pengelola media. Kepentingan pragmatis khalayak dapat bersifat sosial ataupun psikis. Sementara media dapat mewujud dalam kaitan politis dan ekonomis.
Dengan kepentingan pragmatis pengelola media, berakibat pada dinamika media jurnalisme yang tidak menjalankan fungsi impretatif bagi publiknya, melainkan bertolak dari kecenderungan subyektifnya sendiri maupun kepentingan subyektif pihak lain yang bukan khalayaknya. Dengan kata lain, media tidak menjalankan fungdi impretatif sosial, tetapi menjalankan fungsi organik dari institusi lainnya, seperti institusi politik dan bisnis. kepentingan media dilihat melalui orientasinya, untuk itu dapat dihipotesikan, yaitu dengan menjalankan orientasi sosial, maka fungsi imperatif media jurnalisme akan tinggi, sebaliknya fungsi imperatif ini menjadi rendah jika media menjalankan orientasi ekonomi-politik. kebijakan dengan orientasi sosial akan melahirkan kecenderungan obyektivikasi untuk mencapai obyektivitas informasi, sedangkan dalam orientasi ekonomi-politik dalam proses komodifikasi yang menghasilkan komoditas ekonomi (bisnis)ataupun politik .

G.   PENDEKATAN TERHADAP KONFLIK KEPENTINGAN
            Menurut Spiegel (1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan konflik, yakni :
            Berkompetisi,  tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri diatas kepentingan pihak lain. Pillihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan-bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) diatas kepentingan bawahan.
            Menghindari konflik, tindakan ini dlakukan jika salah satu pihak menghidari dari situasi tersebut secara fisik maupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, membekukan konflik sementara.
            Akomodasi, yaitu jika mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubugan baik menjadi hal yang utama disini.
            Kompromi, tindakan ini dapat dilakukan jika kedua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama-sama penting dan hubungan baik menjadi utama. Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya.
            Berkolaborasi, menciptakan situasi menang-menang dengan saling bekerja sama. Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antarpribadi menjadi hal yang harus kita pertimbangkan.
           
          Louis Alvin Day (1996:162), menyodorkan tiga pendekatan untuk mengatasi konflik kepentingan, yakni :
1.      Penetapan tujuan sedemikian rupa sehingga konflik kepentingan bisa dicegah. Konflik mesti dicegah dengan menjadikan tugas (duty based) sebagai koridor tingkah laku praktisi komunikasi.
2.      Jika konflik tidak dapat diantisipasi, setiap upaya hanya harus dikerahkan untuk mengatasi konflik.
3.      Jika konflik kepentingan tidak bisa dicegah, maka publik atau klien harus mengetahui akan adanya konflik tersebut. Konsultan PR yang menangani klien dua organisasi yang bersebrangan misalnya, harus memberi tahu kepada kedua klien tersebut tentang adanya konflik kepentingan dimaksud. Dengan demikian, akan dicari langkah-langkah produksi pesan yang menguntungkan kedua klien tersebut.

Karenanya, untuk mengantisispasi agar konflik tidak terjadi lagi, kita perlu melakukan hal-hal sebagai berikut :
1.  Introspeksi, yakni bagaimana kita biasanya menghadapi konflik, gaya apa saja yang biasa digunakan, apa saja yang menjadi dasar dan persepsi kita.
2.     Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat. Kita dapat mengidentifikasi kepentingan apa saja yang mereka miliki, bagaimana nilai dan sikap mereka atas konflik tersebut dan apa perasaan mereka atas terjadinya konflik. Kesempatan kita untuk suskses, dalam menangani konflik semakin besar jika kita melihat konflik yang terjadi dari semua sudut pandang.
3.   Identifikasi sumber konflik. Sumber konflik sebaiknya dapat teridentifikasi sehingga sasaran penanganannya lebih terarah kepada sebab konflik.
4.      Mengetahui pilihan penyesuaian atau penanganan konflik yang ada dan memilih yang tepat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar